Senin, 14 November 2011

Serikat Pekerja rawan tanpa Jam Sostek

Berita Indonesia - Jakarta: Serikat Pekerja Nasional (SPN) memperkirakan sekitar 28 juta pekerja formal dan keluarga tidak terlindungi dalam program jaminan sosial karena lemahnya sistem penegakan hukum saat ini. Permasalahan ini tidak kunjung terpecahkan karena tidak ada tindakan konkret dari pemerintah untuk mengatasinya. Demikian disampaikan Wakil Ketua Umum SPN Joko Heryono di Jakarta, Senin (14/11).

Kondisi tersebut, menurut Joko, sangat ironis dengan UU Badan Penyelenggara Jaminan Sosial yang sudah disetujui oleh DPR untuk disahkan sebagai UU. Dalam UU tersebut dinyatakan bahwa masyarakat miskin dan tidak mampu berhak mendapat Jaminan Kesehatan yang ditanggung oleh negara.

"Sementara sekitar 28 juta pekerja dan keluarganya yang seharusnya mendapat jaminan sosial yang digaransi oleh UU No.3/1992 (tentang Jamsostek) tidak mendapat jaminan sosial," kata Joko.

Data di PT Jamsostek menyebutkan bahwa saat ini terdapat 26,4 juta pekerja yang terdaftar di BUMN tersebut, tetapi hanya sekitar 10,02 juta yang dibayarkan iurannya secara aktif oleh perusahaannya.

Sementara pekerja formal saat ini diperkirakan sekitar 33 juta orang. Joko memperkirakan dikurangi dengan peserta aktif maka terdapat sekitar 28 juta pekerja dan keluarga (lajang dan yang berkerluarga) yang tidak menjadi peserta jaminan sosial.

Kondisi demikian, kata Joko, bukan kesalahan PT Jamsostek, tetapi sistem yang ada saat ini tidak melindungi pekerja. "Karena penegak hukum UU No.3/1992 adalah pegawai pengawas di Kemenakertrans dan dinas-dinas ketenagakerjaan," tambahnya.

Dalam peraturan perundangan, setiap perusahaan yang membayar total upah Rp1 juta per bulan atau mempekerjakan 10 orang atau lebih wajib mengikutsertakan pekerjanya dalam program Jamsostek.

Saat ini dengan rata-rata upah minimum provinsi sudah mendekati Rp1 juta per bulan, maka perusahaan atau badan usaha yang mempekerjakan dua orang saja sudah wajib mengikutsertakan pekerjanya dalam program Jamsostek karena sudah membayar upah total Rp1 juta.

"Aturan yang sudah jelas dan jelas pula sanksinya tidak bisa tegak hingga saat ini," kata Joko.

Pegawai pengawas di Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi dan di dinas-dinas ketenagakerjaan, tidak bisa menegakkan aturan tersebut. Dia menilai terlalu banyak alasan yang dilontarkan Kemenakertrans dan dinas tenaga kerja di provinsi, kabupaten dan kota untuk untuk kondisi saat ini.

"Seharusnya, pemerintah, baik pusat dan daerah, harus bisa menyelesaikan masalah ini, tetapi kenyataannya tidak demikian," kata Joko.

Berkaitan dengan itu dia juga khawatirkan, saat semua penduduk miskin dan tak mampu mendapat jaminan sosial, tetapi justru pekerja yang turut menggerakkan ekonomi tidak mendapatkannya.

"Ironis, dan tak pernah menjadi bahasan penting pemerintah dan DPR. Angka tersebut belum termasuk pekerja informal yang saat ini juga belum terlindungi program jaminan sosial," kata Joko.

Menurut dia, jika ditambah dengan pekerja informal dan keluarga maka menjadi seratusan juta karena saat ini diperkirakan saat ini terdapat sekitar 70 juta pekerja informal dan sebagian besar belum menjadi peserta jaminan sosial

Serikat Pekerja rawan tanpa Jam Sostek

Berita Indonesia -